Rabu, 11 Juni 2014

Keberadaan Prasasti Kawali di Situs Astana Gede Kawali Dusun Indrayasa Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis

 Keberadaan Prasasti Kawali di Situs Astana Gede Kawali Dusun Indrayasa Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis
 (Suatu Tinjauan Sejarah)


Oleh :

RIZKA SYAMSIYAH NOOR
NIM. 2105110008




PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Penelitian Pendidikan Sejarah




UNIGAL FKIP
 











                                                              



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2013
















BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pada umumnya nama prasasti diambil dari nama tempat dimana prasasti itu berada. Begitu pula dengan prasasti Kawali, karena tempat prasasti itu berada di Kawali.
Orang pertama yang memberitakan tentang adanya prasasti di Kawali adalah seorang bangsa Eropa yang pernah menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Pulau Jawa. Orang tersebut bernama Thomas Stamford Raffles. Ia juga seorang yang memiliki perhatian besar terhadap sejarah serta kemasyarakatan suku-suku bangsa yang diam di Pulau Jawa.
Sebagai wujud dari perhatiannya, kemudian ia melakukan penelitian dan membukukan hasil penelitian itu. Buku itu diberi judul “History of Java” sebanyak dua jilid. Dalam buku tersebut ia mencantumkan faksimil prasasti Kawali I beserta Batu tulis Bogor pada tahun 1817. Raffles menyebutkan bahwa prasasti Kawali sebagian salah satu di antara prasasti-prasasti dari zaman Pajajaran yang pada umumnya berisi penghormatan terhadap para raja.
Uraian Raffles mengenai prasasti, menarik perhatian bangsa Eropa lainnya. Orang yang pertama kali membaca, mentranskripsi, serta menerjemahkan prasasti Kawali adalah Friederich pada tahun 1855. Friederich menyebutkan bahwa atribut yang terdapat di sudut kiri sebelah atas prasasti menyerupai trisula. Ia berpendapat bahwa cakra disitu merupakan roda cakra dari kepercayaan agama Budha. Sedangkan trisula berasal dari agama Ciwa. Keduanya menunjukkan bahwa pada waktu itu sudah ada kepercayaan agama Ciwa dan Budha. Lama sebelumnya kedua agama itu telah ada di tanah Sunda.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Veth pada tahun 1896. Dalam penyelidikan Veth menyesalkan, karena prasasti itu tidak mengandung angka tahun, sehingga susah untuk menempatkan nama raja itu dalam urutan raja-raja Pajajaran.
Sementara itu Pleyte yang juga melakukan penyelidikan ia berpendapat bahwa Wastukancana adalah raja sebelum Pajajaran, yang berkuasa di Galuh. Ia membandingkan prasasti Kawali dan batu tulis Bogor, dengan naskah Carita Parahiyangan.
Sebelum Pleyte, K.F. Holle telah mencoba pula melakukan penyelidikan terhadap prasasti Kawali pada tahun 1867. J. Nooduyun pada tahun 1888.
Di samping penelitian luar negeri yang telah mencoba melakukan pembacaan terhadap prasasti Kawali, terdapat pula penelitian dalam negeri yang memiliki perhatian besar terhadap prasasti seperti Saleh Dana Sasmita (1984), Atja (1990), dll.
Dari rentang waktu yang cukup jauh, yaitu semenjak ditentukannya prasasti oleh Raffles, pada tahun 1995, telah ditemukan pula prasasti yang lainnya yang lokasinya tidak begitu jauh dari prasasti sebelumnya. Prasasti tersebut ditemukan oleh Sopar, seorang juru pelihara PNS, ketika sedang membersihkan lokasi situs. Dengan demikian, jumlah prasasti menjadi bertambah satu yaitu menjadi enam buah.
B.  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.     Bagaimana keberadaan prasasti di Situs Astana Gede Kawali?
2.     Bagaimana sejarah Situs Astana Gede Kawali?
3.     Bagaimana upaya pelestariannya?
C.  Tujuan Penelitian
          Setiap diadakan penelitian tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai pada dasarnya kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam peninggalan arkeologis di kota Ciamis tentang  Prasasti Kawali  terutama unsur kesejarahannya. Selain tujuan umum tersebut di atas kegiatan penelitian itu juga  mempunyai  tujuan khusus sebagai berikut :

1.     Untuk mengetahui tentang keberadaan prasasti kawali.
2.     Untuk mengetahui tentang sejarah situs astana gede kawali.
3.     Untuk mengetahui upaya pelestarianya.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
Adapun manfaat penelitian dapat penulis kemukakan sebagai berikut :

1.     Manfaat teoritis penelitian ini adalah sebagai bahan tambahan dan untuk melengkapi sejarah lokal, khususnya tentang Keberadaan Prasasti Kawali di Situs Astana Gede Kawali Dusun Indrayasa Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis dan upaya pelestariannya.
2.     Manfaat praktis penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan pemikiran khususnya bagi penulis dan sebagai informasi kepada para pembaca untuk lebih mengetahui dan memahami tentang Keberadaan Prasasti Kawali di Situs Astana Gede Kawali Dusun Indrayasa Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis (Suatu Tinjauan Sejarah).
E. Sistematika Penulisan
Agar penulisan penelitian ini lebih teratur, maka penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I         Pendahuluan, dalam bab ini menguraikan pokok-pokok berkenaan dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II      Kajian Pustaka, dalam bab ini menguraikan pokok-pokok berkenaan dengan Prasasti kawali dan sejarah kawali.
BAB III     Metodologi Penelitian yang Digunakan, Penentuan Lokasi dan Sasaran Penelitian, Data dan Sumber yang diperlukan, Teknik Pengumpulan Data, Identitas Narasumber, Pengolahan dan Analisis data, Jadwal Penelitian.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.Prasasti Kawali
          Prasasti adalah sebuah pesan nilai sejarah dan budaya peninggalan leluhur yang merupakan bukti otentik tentang suatu peradaban disuatu tempat. Prasasti bisa memperkuat adanya sejarah seperti prasasti yang ada di astana gede yaitu di keraton surawisesa. (Wawancara dengan narasumber : Seno R.A)
Prasasti adalah suatu sumber tertulis sebagai peringatan ataupun amanah dari seorang pemimpin terdahulu untuk rakyatnya.   (Wawancara dengan narasumber : Mang Onay)
Prasasti adalah satu tulisan atau karya sastra zaman dahulu sebelum adanya alat tulis untuk menuangkan ide, pepatah yang dituangkan dibatu. Karena mengingkan keabadian atau pesan dari amanah dalam prasasti tersebut. Prasasti yaitu pesan untuk masa depan yang digunakan. (Wawancara dengan narasumber : Herli Mulyana)
Prasasti yang dalam bahasa asing disebut glory, laudation, direction, atau guidance merupakan pujian, sanjungan, keagungan, petunjuk, pedoman atau doa yang menyatakan suatu permohonan (keinginan untuk kedamaian dalam kerajaan; atau inskripsi dalam bahasa yang indah (berirama). Ahli prasasti itu sendiri biasa disebut epigraf, sedangkan ilmunya disebut epigrafi.
Ada perbedaan antara epigrafi dengan paleografi. Epigrafi merupakan tulisan kuno mendasarkan pada bahan-bahan tertulis (teks), sedangkan paleografi adalah penyelidikan tulisan didasarkan kepada bentuk dan perkembangan tulisan atau uruf itu sendiri.
Fungsi prasasti adalah untuk merekonstruksi sejarah kuno Indonesia sampai dengan abad XVI. Adapun bahannya ada yang terbuat dari tamra (tembaga), ripta (daun tal), dan upala (batu). Isinya beragam, di antaranya ada yang berupa:
1.       Surat kepada raja
2.       Memperingati peresmian bangunan suci/arca
3.       Peringatan kemenangan raja dalam menaklukan daerah
4.       Ketetapan hukum/keputusan pengadilan
5.       Tulisan lain, berupa  mantra magis dalam upacara.
Bahasa prasasti biasanya singkat. Prasasti ada juga sebagai legitimasi. Raja-raja yang membuat silsilah biasanya raja-raja yang tidak berhak atas takhta kerajaan.
Struktur isi prasasti biasanya menyangkut:
a.       Baris awal berupa penanggalan. Ada yang disebut pancawarna yakni pasaran, wugu yaitu kedudukan terhadapan matahari.
Cara penulisannya terdiri atas: ada yang dari atas ke bawah, berputar dari sisi pertama sampai keempat, ada juga yang berputar dari bawah pada dua sisi.
b.       Perintah raja, biasanya berupa nama raja atau pejabat
c.        Pejabat yang menerima perintah
d.       Isi perintah raja
e.        Alasan
f.         Keterangan
g.       Nama penulis (citraleka/patralekha)
h.       Persembahan
Prasasti merupakan salah satu peninggalan nenek moyang masa lalu yang bisa dijadikan sebagai ciri utama adanya perubahan dalam kehidupan budaya orang Sunda dari kebudayaan prasejarah kepada kebudayaan sejarah. Prasasti merupakan tulisan yang ditulis di atas batu atau lembaran logam. Tulisannya terdiri atas rangkaian aksara, sedangkan aksara itu sendiri merupakan lambang suara, terutama suara yang dikeluarkan atau yang dipakai dan digunakan oleh manusia. Dengan adanya prasasti tampak bahwa aksara, menulis, dan membaca sudah menjadi pengetahuan dan kegiatan baru dalam kehidupan sehari-hari orang Sunda pada masa itu di tatar Sunda.
Prasasti yang pertama kali ada di tata Sunda ditulis di atas batu dengan menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta. Cara menulisnya dengan teknis ditatah yang terbuat dari besi, sedangkan alat pemukulnya menggunakan batu atau berupa lempengan besi. Hasilnya akan berupa rangkaian aksara atau huruf yang tampak ‘legok’ dan menjorok ke dalam di atas batu tersebut.
Prasasti peninggalan nenek moyang orang Sunda pada masa Tarumanagara, yang beraksara Pallawa dan berbahasa Sansekerta, yang sudah ditemukan jumlahnya ada tujuh buah. Ketujuh prasasti tersebut ditemukan di sekitar daerah Bogor (5 buah prasasti), Bekasi (1 buah prasasti), dan Pandeglang (1 buah prasasti). Setiap prasasti diberi nama sesuai dengan nama tempat ditemukannya prasasti tersebut, seperti: (1) Prasasti Ciaruteun, yang ditemukan di pinggir sungai Ciaruteun (Ciampea, Bogor); (2) Prasasti Kebon Kopi, ditemukan di Kebon Kopi (Ciampea, Bogor); (3) Prasasti Koleangkak (Bogor); (4) Prasasti Pasir Awi, yang ditemukan di Pasir Awi (Ciampea, Bogor); (5) Prasasti Pasir Muara, ditemukan di Pasir Muara di Pinggir kali Cianten (Ciampea, Bogor); (6) Prasasti Tugu, diketemukan di Desa Tugu (Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi); serta (7) Prasasti Cidangiang, terdapat dan ditemukan di pinggir kali Cidangiang (Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang). Ketujuh prasasti tersebut sampai sekarang masih tetap berada di tempatnya, kecuali Prasasti Ciaruteun yang sudah dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi dari pinggir kali Walungan Ciaruteun agar tidak hanyut dan tidak terbawa banjir. Demikian juga dengan Prasasti Tugu yang sudah dipindahkan ke Museum Nasional di Jakarta. (Ekadjati, dalam Suryani, 2007).
Aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta berasal dari India, yang pernah dikenalkan di kalangan masyarakat di Tatar Sunda sudah bisa menulis dan membaca, meskipun jumlahnya masih sangat sedikit. Di India juga yang memakai dan menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta hanya kalangan ‘kaum agama’nya saja (Brahmana).
Jika dilihat berdasarkan bentuk aksaranya, dibandingkan dengan bentuk aksara yang digunakan di tempat asalnya (India), ketujuh prasasti yang berada di tatar Sunda tersebut dibuat kurang lebih pada abad ke-15 Masehi (sekitar tahun 450). Yang pada waktu itu memang di India sedang tumbuh dan berkembangnya aksara dan bahasa Sansekerta sampai terkenal dengan sebutan ‘jaman klasik’. Di India sendiri aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta tersebut banyak digunakan untuk mencatat atau membahas bermacam-macam masalah yang ada kaitannya dengaan kehidupan serta ajaran agama Hindu.
Ketujuh prasasti yang beraksara Pallawa dan berbahasa Sansekerta tersebut isinya menyinggung-nyinggung keberadaan seorang raja, kerajaan, serta agama yang dianutnya. Namun raja yang disebut-sebut dalam prasasti tersebut adalah Raja Purnawarman, yang bertakhta di Prasasti Tugu pun disebutkan pula nama ayah dan kakeknya yang bernama Rajadiraja Guru dan Rajaresi.
Dengan adanya pengaruh mengenai aksara dan kegiatan menulis serta membaca, masyarakat Tatar Sunda pada zaman Tarumanagara menjadi mengerti dan paham terhadap konsep negara, konsep agama serta konsep kemasyarakatan secara lebih luas dan mendalam lagi daari segi struktur, wawasan, dan pengetahuan ketatanegaraannya. Yang semula hanya menggunakan konsep padukuhan ‘desa’, sekarang menggunakan konsep kerajaan yang dengan menggunakan konsep berbentuk negara.
Yang semula hanya menganut kepercayaan terhadap roh-roh halus ‘karuhun’ (animisme) dan kekuatan gaib yang berada dalam benda-benda material (dinamisme), menjadi penganut agama Hindu. Selain itu, masyarakat yang tadinya hidup sederhana, sekarang menjadi lebih banyak ragamnya (kompleks). Semuanya itu merupakan pengaruh baru hasil dari hubungan atau adanya pergaulan dengan orang India serta kebudayaannya.
Prasasti Kawali
Orang yang pertama kali membaca Prasasti-prasasti Kawali adalah Friederich pada tahun 1853-1855. Hasil bacaannya tersebut kemudian dilanjutkan Holle (dalam Suryani, 2007) disertai koreksi dan pembahasan secara lebih luas, bertalian dengan salah satu upaya untuk menjelaskan perihal bahasa yang terdapat pada prasasti-prasasti Kawali dan prasasti Batutulis Bogor. Bahkan terbersit berita bahwa perhatian terhadap prasasti di kedua prasasti itu mula-mula dari Friederich. Demikian besar minatnya terhadap pemecahan isi prasasti sampai-sampai ia membuat prasasti sendiri yang diletakkan di Kebun Raya Bogor (Krom, dalam Suryani, 2007).
Prasasti-prasasti tersebut terletak di kompleks pemakaman Astana Gede Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis. Ada enam buah batu di sana, satu di antaranya tidak berisi tulisan yang oleh juru kunci biasa dinamakan batu pangradinan (tempat bersolek) pangagung baheula. Sebuah lagi berisi guratan berbentuk kotak-kotak berjumlah 45 buah, dan di luar guratan tersebut terdapat sepasang bekas telapak kaki dan telapak tangan kiri. Batu ini dianggap sebagai kalender abadi yang merupakan sistem penanggalan tradisional bagi masyarakat Sunda dari abad ke-8 Masehi, yang telah berkembang seabad sebelum kerajaan Mataram Kuno (Radiman, dalam Suryani 2007).
Dua prasasti di antara yang empat buah lagi tersebut berisi tulisan: Sang hyang Linggahyang dan Sanghyang Linggabingba yang mungkin dipancangkan sebagai tanda penghormatan terhadap kedua nama tokoh tersebut. Sedangkan yang dua lagi berisi wangsit Prabu Raja Wastu bagi para penerusnya. Kedua prasasti tersebut oleh para pakar diberi nomor I dan II. Prassti Kawali I terdiri atas 10 baris, dan jika diteliti lebih lanjut, sebenarnya pada bagian punggungnya pun masih terdapat tulisan. Prasasti Kawali II terdiri atas tujuh baris. Berikut ini transliterasi kedua prasasti tersebut disajikan berdasarkan bacaan Holle (dalam Suryani, 2007&2008):
Prasasti Kawali I
**Nihan tapa kawa-
li nu siya mulia tapa bha-
gya parebu raja was-
tu mangadeg di kuta kawa-
li nu mahayu na kadatuan
surawisésa nu marigi sa-
kulili (ng) dayeuh najur sagala
désa aya ma nu pa(n)deuri pakéna
gawé rahayu pakeun ja-
ya dina buana.*
‘yang bertapa di Kawali ini adalah yang mulia pertapa yang berbahagia Prabu Raja Wastu yang bertahta di kota Kawali, yang memperindah keraton Surawisesa yang membuat parit (pertahanan) sekeliling ibukota, yang menyejahterakan seluruh negeri. Semoga ada yang kemudian membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama berjaya di dunia’.
Prasasti Kawali I merupakan Prasasti yang pertama kali ditulis dengan menggunakan aksara Sunda Kaganga dan bahasa Sunda Buhun “kuno”. Dalam prasasti tersebut disebut-sebut nama Prabu Wastu yang bertakhta di Kota Kawali di Keraton Surawisesa. Berdasarkan prasasti tersebut, kita tahu bahwa di Tatar Sunda pernah ada seorang raja yang bernama Prabu Wastu. Raja Wastu bertempat tinggal di sebuah keraton yang bernama Surawisesa, di pusat kota kerajaan yang bernama Kawali. Prasasti tersebut sebagaimana dijelaskan tadi ditemukan di Kompleks Astana Gede yang terletak di Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis sekarang.
Jika kita amati dengan seksama, isi Prasasti Kawali menguraikan wasiat Prabu Niskala Wastu Kancana terhadap anak-anaknya serta keturunannya agar kerajaan Sunda berjaya selama-lamanya. Tampak sekali ada pertalian bathin dari diri dan pribadi Prabu Niskala Wastu Kancana sebagai seorang raja  serta ahli bertapa yang sudah menemukan sumber hakikat kehidupan untuk kesejahteraan negara.
Prasasti Kawali 1B dan 2, menguraikan amanat Prabu Niskala Wastu Kancana yang berbunyi teksnya sebagai berikut:
Hayua diponah-ponah,
Hayua dicawuh-cawuh.
Inya nékér inya ager
Inya ninycak inya rempag.
‘Jangan dihalangi,
Jangan diganggu,
Yang berusaha memotong niscaya akan jatuj tersungkur,
Yang berusaha menginjak niscaya akan roboh
          `       
                   Prasasti Kawali II
                   Aya ma...
                   Nu ngeusi bha-
                   Gya kawali ba-
                   Ri pakéna kere
                   Ta bener
                   Pakeun na(n)jeur
                   Na juritan
‘Semoga ada yang kemudian mengisi (negeri) Kawali ini dengan kebahagiaan sambil membiasakan diri berbuat kesejahteraan sejati agar unggul dalam perang’.
Amanat dari Prabu Niskala Wastu Kancana dalam Prasasti Kawali tersebut berupa cegahan atau larangan serta doa. Jangan berbuat keburukan atau hal-hal yang tidak baik. Niscaya yang melanggar larangan tersebut akan bertemu dengan kesusahan atau celaka. Dia berharap agar daerah Kawali terus ada dan ditempati, Dia juga berupaya agar masyarakat yang berada di tempat itu pun diharapkan bahagia, makmur, dan adil. Dengan cara demikian, selamanya akan unggul dalam peperangan. Tatkala di Kerajaan Majapahit ada Perang Paregreg ‘perang saudara’ sekitar tahun 1453-1456 yang mengakibatkan mundurnya kerajaan tersebut, Prabu Niskala Wastu Kancana saat itu sedang ‘bertapa dalam keadaan senang hati’ karena melihat negaranya dalam keadaan sejahtera, sambil melakukan brata siya puja tan palum (‘tirakat’ dan beribadah).
Prasasti Kawali 6 (transkripsi Darsa, 1998)
          ini preting
galna nu atis
ti rasa aya ma nu
ngeusi dayeuh baweu
ulah botoh bisi
kokoro
“Inilah amanat dari mendiang yang telah sempurna. Bagi siapapun yang tinggal di negeri ini, jangan serakah karena akan menimbulkan kesengsaraan/penderitaan/kemiskinan.
Prasasti yang diberi nama Kawali 6 merupakan prasasti terakhir yang ditemukan di Kabuyutan Astana Gede Kawali, untuk mempertegas sikap dan tuntunan moral dari seorang raja sebagai pemimpin kepada bawahanya (rakyat) agar tidak berlaku serakah karena perilaku demikian hanya akan membuat diri kita sengsara dan miskin.
B.Sejarah Kawali
Lokasi peninggalan sejarah dan purbakala ini tepatnya berada sebelah utara atau 27 km dari ibukota Kabupaten Ciamis, yakni di Dusun lndrayasa Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis. Situs ini berada di kaki Gunung Sawal bagian timur. Tanah situs ini berstatus tanah desa. Apabila ditempuh dengan kendaraan baik motor ataupun mobil lamanya sekitar 45 menit. Keadaan jalan cukup baik karena sudah mengalami pengaspalan,sehingga tidak sulit dijangkau.
Situs ini berada pada ketinggian kurang lebih 365 meter dari permukaan air laut dengan luas kurang lebih 5 Ha. Sebelah barat Situs tersebut terdapat sumber mata air Cikawali yang tidak pernah kering walau musim kemarau. Batas situs ini yaitu, sebelah utara Sungai Cikadondong, sebelah timur parit kecil dari Sungan Ciguntur, sebelah selatan Sungai Cibulan, dan sebelah barat Sungai Cigarunggung. Lingkungan situs ini berupa hutan lindung yang ditumbuhi oleh berbagai vegetasi cukup rapatsehingga kelembaban situs cukup tinggi.
Lokasi ini juga merupakan pusat pemerintahan kerajaan Sunda-Galuh. Raja-raja yang pernah bertahta di tempat ini adalah Prabu Ajiguna Linggawisesa, yang dikenal dengan sebutan sang lumah ing kiding, kemudian Prabu Ragamulya atau Aki Kolot, setelah itu Prabu Linggabuwana yang gugur pada peristiwa bubat, Rahyang Niskala Wastukancana yang meninggalkan beberapa prasasti di lokasi ini, dan Dewa Niskala anak dari Rahyang Wastukancana.

















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian yang Digunakan
Keberhasilan suatu penelitian sangat ditentukan oleh kemampuan memilih serta menggunakan metode. Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara yang digunakan oleh peneliti dalam proses pemecahan masalah, sehingga dengan cara itulah tujuan yang dihendaki peneliti dapat tercapai. Sehubungan dengan itu Hasan (2003:21) menjelaskan bahwa "Metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan". Sementara  itu   menurut Poerwadarminta, (1991: 649)  “Metode adalah suatu cara yang lebih dipikirkan dan dapat memberikan arah serta petunjuk melakukan suatu penelitian”.
Metode yang dipandang sesuai dengan pokok permasalahan penelitian ini dan juga sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai adalah metode sejarah (historiografi).
Ada lima langkah  yang harus dilakukan saat menggunakan  metode historiografi tersebut. Adapun  kelima langkah  tersebut sebagaimana di  kemukakan  oleh Kuntowijoyo (2005:91) bahwa penelitian sejarah mempunyai lima tahap, yaitu: (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi (kritik sejarah), (4) interpretasi, dan (5) penulisan lebih jelasnnya mengenai kelima langkah tersebut dijelaskan Kuntowijoyo (2005:91) sebagai berikut.
Pemilihan topik. Topik sebaiknya dipilih berdasarkan : (1) kedekatan emosional, (2) kedekatan intelektual, dua syarat itu, subjektif dan objektif, sangat penting karena orang hanya bekerja dengan baik kalau dia senang dan dapat. Setelah topik ditemukan, langkah berikutnya (3) membuat rencana penelitian.
Pengumpulan sumber. Sumber (sumber sejarah disebut juga data sejarah; bahasa Inggris datum ) yang dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis. Sumber itu, menurut bahannya dapat dibagi menjadi dua: tertulis dan tidak tertulis, atau dokumen dan artifact.
Verifikasi. Setelah diketahui secara persis topik yang diajukan dan sumber sudah terkumpul, tahap berikutnya adalah verifikasi, kritik sejarah, atau keabsahan sumber. Verifikasi ada dua macam: autentisitas atau keaslian sumber, atau kritik ekstern, dan kredibilitas, atau kebiasaan dipercayai, atau kritik intern.
Interpretasi. Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang  subjektivitas. Sebagian itu benar, tapi sebagian salah. Benar, karena penafsiran sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur, akan mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu diperoleh. Tahap interpretasi, paling tidak meliputi analisis dan sintesis.
Penulisan. Dalam penulisan sejarah, aspek kronologi sangat penting. Penyajian penelitian dalam bentuk tulisan mempunyai tiga bagian : (1) Pengantar, (2) Hasil Penelitian, dan (3) Simpulan.
Dengan menempuh kelima langkah di atas, dapat dipastikan akan diperoleh hasil penelitian yang diharapkan. Tentunya langkah demi langkah harus dikuasai benar agar tidak terjadi kekeliruan yang tidak diharapkan sehingga berakibat pada kurang tercapainya tujuan penelitian ini.

B.   Penentuan Lokasi dan Sasaran Penelitian
Lokasi  penelitian ini di Dusun Indrayasa Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis. Adapun yang dijadikan sasaran penelitian ini adalah tentang keberadaan prasasti kawali di situs astana gede kawali dusun Indrayasa kecamatan Kawali kabupeten Ciamis ditinjau dari aspek sejarah.
C. Data dan Sumber Data yang Diperlukan
Keberadaan prasasti kawali di situs astana gede kawali yang meninggalkan jejak sejarah, yang dijadikan penulis sebagai data dan sumber data dalam penelitian ini yaitu melalui wawancara. Di samping itu penulis berupaya untuk mengumpulkan data lain dari berbagai literatur yang ada di perpustakaan pemerintah daerah Kabupaten Ciamis.

D.   Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik yang digunakan dalam proses pengumpulan  data yang diperlukan penelitian ini. Beberapa teknik yang dimaksud, meliputi: (1) studi pustaka; dan (2) studi lapangan, yang terdiri dari (a) teknik observasi, (b) teknik wawancara atau interview.
Adapun uraian lebih lanjut mengenai penggunaan teknik  pengumpul data tersebut, sebagai berikut.
1)    Teknik  Studi Pustaka
Teknik studi pustaka digunakan dalam rangka mencari dan memperoleh data informasi dari berbagai sumber tertulis yang memberikan keterangan tentang pokok permasalahan yang diteliti. Data informasi ini sangat penting sebagai tolok ukur peneliti dalam memahami fenomena yang akan dipecahkan, sehingga dengan  memahaminya akan timbul inisiatif diri  untuk berpikir dan bertindak.
2)    Teknik Studi Lapangan
a.     Teknik Observasi
Teknik observasi digunakan sebagai upaya memperoleh data informasi dari informan (yang menjadi objek penelitian) di lapangan. Data informasi ini sangat dipentingkan terutama sebagai bukti objektif atau bukti empiris dari fenomena yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini. Sehingga penelitian ini terlepas dari perkiraan subjektivitas dari berbagai pihak yang terkait, utamanya dari peneliti sendiri. Untuk menghidari terjadinya hal itu, maka peneliti melakukan observasi. Dari observasi yang telah dilakukan, maka diperoleh suatu kejelasan yang menjadi sebab akibat terjadinya fenomena yang dimaksudkan pada latar belakang penelitian ini.
b.     Teknik Wawancara (interview)
Teknik wawancara (interview) digunakan sebagai upaya untuk menggali data keterangan timbulnya fenomena di lapangan dari objek yang diwawancarai oleh peneliti ketika melakukan observasi. Dengan cara mewawancarai objek yang diteliti nantinya akan diperoleh berbagai keterangan apa adanya tentang sebab akibat terjadinya fenomena seperti yang diungkap dalam penelitian  ini.

E.   Identitas Nara Sumber
Untuk  melaksanakan  teknik  pengumpulan data di atas, diperlukan  beberapa orang nara sumber yang diwawancarai, sebagai berikut :
1.     Seno A.R
2.     Herli Mulyana
3.     Mang Onay

F.    Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah terkumpul (diperoleh) melalui berbagai teknik pengumpul data belum berarti apa-apa bagi pokok permasalahan yang diteliti. Untuk itu data tersebut perlu diolah.
Adapun  prosedur yang akan ditempuh pada saat pengolahan data, adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis  data  hasil studi kepustakaan
2. Menganalisis  data  hasil  wawancara
3. Mengambil kesimpulan

G.    Jadwal Penelitian
Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan penelitian ini, sebagai berikut:
1.     Studi kepustakaan    : 20 Juni 2013
2.     Penjajagan awal        : 21 Juni 2013
3.     Penyusunan proposal  : 27 Juni 2013
4.     Seminar penelitian    : 29 Juni 2013
5.   Penelitian lapangan           :     27 Juni 2013
6.     Pengolahan  data              :      27 Juni 2013
Untuk lebih jelasnya maka penulis sajikan dalam bagan sebagai berikut

 



Jadwal Penelitian

No
Kegiatan
20/06/2013
21/06/2013
27/06/2013
29/06/2013
1
Studi kepustakaan




2
Penjajagan awal




3
Penyusunan proposal




4
Seminar penelitian




5
Penelitian lapangan




6
Pengolahan data













DAFTAR PUSTAKA

Djaja.(2002).Astana Gede Kawali. Ciamis : Tanpa Penerbit (Tp) .
Siti Dloyana K., dkk (1995). Situs Astana Gede Kawali. Bandung : Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Jawa Barat
Adeng dkk. 1995/1996. Situs Astana Gede Kawali. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Jawa Barat.
Ijam Lestari. 1973. Astana Gede Kawali. Diskripsi Penilik Kebudayaan Kawali. Depdikbud Kabupaten Ciamis.
Wawancara dengan narasumber









LAMPIRAN PHOTO